BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perencanaan Pertahanan (Dirjen Renhan) ini yang dimaksud dengan :
1. Tunjangan Operasi Pengamanan bagi
Prajurit TNI dan PNS yang Bertugas dalam Operasi Pengamanan pada Pulau-pulau
Kedl Terluar dan Wilayah Perbatasan yang selanjutnya disebut dengan tunjangan
operasi pengamanan adalah tunjangan khusus yang diberikan kepada Prajurit TNI
dan PNS yang ditugaskan secara penuh dalam pelaksanaan operasi pengamanan pada
pulau-pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan, di Iingkungan Kemhan dan TNI
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pulau kecil terluar adalah pulau
dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 Km2 (dua
ribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis
yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum
internasional dan nasional.
3. Wilayah perbatasan adalah
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang secara geografrs
bersinggungan langsung dengan garis batas antar negara.
4. Menteri adalah Menteri yang
bertanggung jawab di bidang Pertahanan Negara.
5. Panglima TNI adalah Perwira Tinggi
militer yang memimpin Tentara Nasional Indonesia.
6. Prajurit adalah anggota Tentara
Nasional Indonesia.
7. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disebut PNS adalah PNS yang ditugaskan secara penuh untuk membcmtu Prajurit TNI
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan operasi
pengamanan atas permintaan Menteri Pertahanan.
8. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut
Satker adalah organisasi struktural KemhanrrNI yang melaksanakan kegiatan
administrasi yang meliputi bidang personil, material. keuangan, hukum, dan
keamanan serta sebagai organisasi pengguna anggaran.
9. Pengguna Anggaran yang selanjutnya
disebut PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan
anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
10. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut
Kuasa PA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA
untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
11. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang
selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh
pengguna Anggaran Kuasa pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
12. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang
selanjutnya disebut KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
13. Gaji Pokok adalah jumlah uang yang diberikan
kepada Prajurit TNI dan PNS di Iingkungan Kemhan dan TNI sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
14. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut
SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA.
15. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya
disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa
Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan
SPM.
16. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang
selanjutnya disebut SPTJM adalah surat pernyataan yangmenyatakan bahwa segala
akibat dari tindakan pejabat/seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara
menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil
tindakan dimaksud.
Bagian Kedua
Maksud, Tujuan,
dan Ruang Lingkup
Pasal2
(1) Maksud. Perdirjen Renhan ini disusun dengan
maksud agar terdapat satu pengertian dan pemahaman tentang Tunjangan Operasi
Pengamanan.
(2) Tujuan. Perdirjen Renhan ini disusun dengan
tujuan agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pembayaran Tunjangan Operasi
Pengamanan.
(3) Ruang Lingkup. Ruang lingkup dari Perdirjen Renhan
ini meliputi pengajuan hingga pembayaran Tunjangan Operasi Pengamanan, dengan
tata urut sebagai berikut :
a. Ketentuan
Umum;
b. Pulau-Pulau
Kecil Terluar dan Wilayah Perbatasan;
c. Penyediaan
Dana Pembayaran Tunjangan Operasi Pengamanan;
d. Penerima
Tunjangan Operasi pengamanan;
e. Besaran
Tunjangan Operasi pengamanan;
f. Tata
Cara Pengajuan Tunjangan Operasi Pengamanan;
g. Pelaksanaan
Pembayaran Tunjangan Operasi Pengamanan; dan
h. Ketentuan
Penutup.
BAB II
PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DAN WILAYAH PERBATASAN
Pasal 3
Menteri Pertahanan dan Pang lima TNI
mempunyai wewenang untuk menentuhan pulau-pulau kecil terluar tanpa penduduk
dan berpenduduk serta wilayah perbatasan pada NKRI dalam rangka
pelaksanaan operasi pengamanan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 4
Daerah penugasan Prajurit TNI dan
PNS dalam operasi pengamanan sebagai berikut :
a. Pulau-pulau
kecil terluar terdiri atas :
1. Tanpa
penduduk.
a) pulau
Rondo;
b) pulau
Berhala;
c) pulau
Nipa;
d) pulau
Dana Rote;
e) pulau
Fanildo;
f) pulau
Sekatung; dan
g) pulau
Batek.
2. Berpenduduk.
a)
pulau Miangas;
b) pulau
Marore;
e) pulau
Marampit;
d) pulau
Fani; dan
e) pulau
Bras.
b. Wilayah
perbatasan terdiri atas:
1. Kawasan perbatasan darat dengan
Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste;
2. kawasan perbatasan laut dengan
India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Timor Leste,
Papua Nugini, dan Australia; dan
3. kawasan perbatasan udara mengikuti
batas kedaulatan Negara di darat dan di laut dan batasnya dengan angkasa luar
ditetapkan berdasarkan hukum internasional. .
BAB III
PENYEDIAAN DANA PEMBAYARAN
TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN
Pasal 5
(1) Dana untuk keperluan pembayaran Tunjangan
Operasi Pengamanan dialokasikan pada DIPA Kementerian Pertahanan/Tentara
Nasional lndonesia.
(2) Dalam hal dana untuk keperluan pembayaran
Tunjangan Operasi Pengamanan tidak dialokasikan pada DIPA Kementerian
Pertahanan/Tentara Nasional lndonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
PA/Kuasa PA pada Satker Kementerian Pertahanan/Tentara Nasional lndonesia
dapat melakukan revisi DIPA sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai revisi DIPA.
BAB IV
PENERIMA TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN
Pasal 6
(1) Tunjangan Operasi pengamanan diberikan kepada
Prajurit TNI dan PNS yang ditugaskan secara penuh dalam operasi pengamanan
pada pulau-pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan.
(2) Kriteria Prajurit TNI dan PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Prajurit TNI dan PNS yang mendapat
Surat Perintah dari Pang Kotama Ops/Dan/Ka Satker; dan
b. Prajurit TNI dan PNS yang benar-benar
secara penuh dan riil melaksanakan tugas operasi pengamanan.
BAB V
BESARAN TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN
Pasal 7
Tunjangan operasi pengamanan
dibayarkan setiap bulan selama masa penugasan kepada Prajurit TNI dan PNS
dengan besaran sebagai berikut :
a. sebesar 150% (seratus lima puluh
persen) dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau
kecil terluar tanpa penduduk;
b. sebesar 100% (seratus persen) dari
gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar
berpenduduk;
c. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)
dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah perbatasan; atau
d. sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji pokok bagi yang bertugas secara sesaat di wilayah udara dan laut
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.
BAB VI
TATA CARA PENGAJUAN TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN
Pasal 8
(1) Berdasarkan direktif Panglima TNI, Pang Kotama
Ops/Dan/Ka Satker mengeluarkan Surat Perintah Operasi Pengamanan yang
memuat data tentang nama, pangkat, kesatuan
personel, besaran prosentase pemberian tunjangan, daerah penugasan, dan batas
waktu penugasan.
(2) Dalam hal penerbitan Surat Perintah Operasi
Pengamanan belum mencantumkan informasi besaran
prosentase pemberian tunjangan, daerah penugasan, dan batas waktu penugasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka informasi tersebut dicantumkan dalam daftar tersediri sebagai lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat
perintah dimaksud.
(3) Kuasa PA Satker mengajukan SPM Gaji
TNI/PNS tentang Tunjangan Operasi Pengamanan kepada KPPN setempat.
(4) KPPN berdasarkan SPM yang diajukan oleh Kuasa PA mengeluarkan SP2D.
BAB VII
PELAKSANAAN PEMBAYARAN TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN
Pasal 9
(1) Tunjangan Operasi Pengamanan merupakan komponen
pembayaran tunjangan yang tidak terpisahkan dan/atau melekat pada
pembayaran gaji indukl gaji bulanan Prajurit TNI dan PNS.
(2) Pembayaran Tunjangan Operasi pengamanan
dilaksanakan bersamaan dengan pembayaran gaji induk/gaji bulanan kepada
penerima tunjangan.
(3) Pembayaran Tunjangan Operasi pengamanan
dilakukan oleh KPPN berdasarkan SPM yang diajukan oleh Kuasa PA Satker di lingkungan
Kemhan dan TNI.
(4) Pengajuan SPM kepada KPPN oleh Kuasa PA,
mengikuti ketentuan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan
Depkeu dan Direktur Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan Dephan Nomer :
SE-53/PB/2004 dan Nomor : SE-44/XI1/2004/DJ RENS tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pembayaran Belanja Pegawai di lingkungan Departemen Pertahanan dan Tentara
Nasional lndonesia.
(5) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri
dengan :
a. Surat Perintah Operasi Pengamanan yang
diterbitkan oleh Pang Kotama Ops/Dan/Ka Satker bersangkutan;
b. DPP Gaji; dan
c. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa
PA Satker.
(6) SPTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
c, dilampirkan pada saat pengajuan pembayaran pertama Tunjangan Operasi
Pengamanan.
Pasal 10
(1) Tunjangan Operasi Pengamanan diberikan terhitung mulai tanggal 1
Januari 2010.
(2) Apabila penerima Tunjangan Operasi pengamanan
sudah melaksanaan tugas sejak 1 Januari 2010 dan masa penugasan telah berakhir
sebelum Perdirjen Renhan Kemhan ini ditetapkan, maka Kuasa PA Satker
bersangkutan dapat mengajukan susulan/kekurangan pembayaran Tunjangan Operasi
pengamanan dari bulan Januari 2010 sampai dengan selesai masa penugasan
sesuai yang tercantum dalam Surat Perintah Operasi Pengamanan.
(3) Dalam hal Prajurit TNI dan PNS penerima
Tunjangan Operasi Pengamanan sudah melaksanakan tugas sejak 1 Januari 2010 dan
masih melaksanakan tugas sampai dengan Perdirjen Renhan Kemhan ini ditetapkan, Kuasa
PA Satker Kemhan/TNI bersangkutan terlebih dahulu mencantumkan pembayaran
Tunjangan Operasi Pengamanan pada gaji indukl/ulanan kemudian mengajukan susulan/kekurangan
pembayaran Tunjangan Operasi pengamanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran
belanja pegawai di Iingkungan Kemhan dan TNI.
(4) Apabila dalam Surat Perintah Operasi pengamanan dimulai
tanggal 1, maka Tunjangan Operasi Pengamanan dibayarkan mulai bulan berkenaan.
(5) Apabila dalam Surat Perintah Operasi Pengamanan dimulai
pada tanggal 2 dan seterusnya, dan tanggal 1 bukan hari libur, Tunjangan
Operasi pengamanan dibayarkan mulai bulan berikutnya.
(6) Apabila dalam surat perintah Operasi pengamanan
dimulai pada tanggal 2 dan seterusnya atau hari kerja pertama pada bulan
berkenaan dan tanggal 1 bertepatan dengan hari Iibur, Tunjangan Operasi
pengamanan dibayarkan mulai bulan itu juga.
(7) Pembayaran tunjangan operasi pengamanan
diberhentikan apabila prajurit TNI dan PNS yang bersangkutan selesai
melaksanakan tugas operasi pengamanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai tunjangan operasi pengamanan bagi
Prajurit TNI dan PNS yang bertugas dalam operasi pengamanan pulau-pulau kecil
terluar dan wilayah perbatasan.
Pasal 11
(1) Pajak penghasilan atas pembayaran Tunjangan
Operasi Pengamanan ditanggung oleh Pemerintah.
(2) Mekanisme pembayaran dan pemotongan pajak
penghasilan atas pembayaran Tunjangan Operasi Pengamanan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak penghasilan bagi
Pejabat Negara, PNS, Prajurit TNI, dan para pensiunan atas penghasilan yang
dibebankan kepada Keuangan Negara.
Pasal 12
Ka Satker selaku pihak yang
menandatangani dokumen pembayaran Tunjangan Operasi pengamanan bertanggung
jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran Tunjangan Operasi Pengamanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pertanggungjawaban
atas pelaksanaan pembayaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal
Perencanaan Pertahanan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
0 komentar:
Posting Komentar